Surat untuk Rohingya

Jumat, 03 Agustus 2012 1 komentar

Teruntuk saudaraku, saudara seimanku.
             Saudaraku, telah kudengar ratusan kabar tentang dirimu. Telah pula ku lihat berbagai gambar perihal kondisimu, entah itu benar atau palsu. Saudaraku lewat tulisan ini, kuhantarkan pesan dari hati nurani yang ingin bicara. Pesan yang selama ini tak tersampaikan.
            Saudaraku yang kucintai karena Allah. Awalnya aku berpikir tak perlu rasanya mengungkapkan ini lewat tulisan.
Tak perlu pula rasanya kusampaikan kebimbangan ini padamu. Karena ku tahu, Kau disana sedang dirundung duka. Namun saudaraku, tak tahan lagi rasanya hati ini menahan. Ingin kusampaikan ini kepadamu dengan segera.
            Saudaraku seiman, telah kubaca sepotong firman persaudaraan dari kekata Illahi. Bahwa sesungguhnya Muslim itu bersaudara. Maka begitupun antara Kau dan aku. Ada hubungan aqidah diantara kita. Hubungan yang katanya lebih erat daripada hubungan darah.
            Tak terbayang memang cobaan yang tengah Kau hadapi. Dari ratusan kabar yang kubaca, tak terkira sungguh keyakinan yang Kau bawa. Saat kematian mengintai di belakangmu, kau masih setia dengan satu aqidah. Pun saat ancaman pembantaian membayangimu, lirih suaramu masih meneriakkan kalimat tauhid.
            Ku baca satu lagi firman persaudaraan. Kali ini dari seorang manusia pembawa risalah. Bahwa Muslim dengan Muslim yang lain itu ibarat satu tubuh, yang jika satu bagian sakit maka bagian yang lain pun akan berteriak sakit. Saudaraku, berkali ku baca sabda Sang Nabi itu. Namun nampaknya ada yang salah dengan diriku. Justru saat ancaman pembantaian dan kematian itu datang menyapamu, aku masih bersibuk dengan urusan-urusanku. Pun bahkan saat kabar kematian itu telah hinggap di telingaku, aku masih terdiam tak bergerak meneriakkan rasa sakit itu.
            Saudaraku, ada yang salah nampaknya dengan tubuh Muslim yang satu ini. Dan aku tahu, salah itu ada pada diriku. Aku tak berteriak sakit saat Kau disana disakiti. Aku merasa aman saat Kau disana merasa terancam. Saudaraku, inikah pertanda bahwa Islamku yang tak sempurna? Atau justru imanku ini tak diterima? Saudaraku, aku takut. Aku takut jika itu yang memang terjadi padaku.
            Jika benar memang itu yang terjadi padaku, maka selama ini aku salah. Aku salah karena aku menduga Kau disana membutuhkan bantuan dan doa-doa dari lisanku. Namun sebenarnya, justru akulah yang harus memohon doa darimu. Doa agar hatiku tak sekeras batu. Doa agar hatiku dapat sedikit saja tersentuh mendengar kabar tentangmu. Itupun andai Kau sudi.
            Saudaraku, maafkan diriku yang selama ini berpaling darimu. Berpaling dari kisah tentang ikatan aqidah antara kita, ikatan yang katanya lebih kuat dibanding ikatan darah. Maafkan aku yang tak bisa berbuat banyak untukmu. Hingga mungkin Kau menuntut ketidakpedulianku di depan Allah nanti. Aku hanya bisa memohon ampun padaNya, dan meminta maaf padamu.


Salam beriring maaf untukmu, Saudaraku.
Salam dari hati yang masih sekeras batu.

1 komentar:

Posting Komentar

 

©Copyright 2013 | Selengkapnya tentang Yayat | Facebook | Twitter |