Dalam Lingkaran Tarbiyah

Selasa, 27 Agustus 2013 0 komentar
Apa kabar hati?
Masihkah ia seperti embun, merunduk tawadhu di pucuk-pucuk daun.

Apa kabar iman?
Masihkan ia seperti karang, tegar berdiri menghadap gelombang ujian.
Masihkah ia seperti mentari, terang benderang agar hidup tetap tersinari.

Apa kabar saudaraku?
Dalam dekapan cinta-Nya, semoga Ia senantiasa menjaga diri, hati, dan imanmu.

            Adalah demikian, kalimat-kalimat pertanyaan yang menjadi tak asing ku dapatkan sejak saat itu. Kalimat-kalimat yang rutin menyapaku setiap sepekan sekali. Semua sejak saat itu, sejak aku mengenal lingkaran ini. Lingkaran yang banyak memberiku perubahan. Sebuah lingkaran ajaib bernama lingkaran tarbiyah mubarokah…
***

Pagi itu kulalui seperti biasanya. Selesai sarapan lantas berpamitan kepada kedua orang tua; mencium tangan-tangan mereka yang kasar karena kerasnya bekerja, seraya memohonkan doa agar jalanku menuntut ilmu Allah permudah.
Memang seperti biasanya, setiap pagi tubuhku terombang-ambing di dalam sebuah mobil angkutan kota di atas jalan-jalan yang hancur sepanjang lima kilometer. Entah memang karena sudah terbiasa atau acuh karena terpaksa, jalanan hancur itu tak pernah menghalangi pagiku untuk sampai di sebuah tempat. Tempat dimana ribuan ilmu kudapat, sekolah tercinta, SMA Negeri 1 Sukaresmi. Dan hari itu memang seperti biasanya, Jumat pagi di sekolahku, seluruh siswa yang tergabung dalam kepengurusan Rohis selalu disibukkan dengan agenda sanroh -santapan rohani. Sebuah agenda rutin yang mengharuskan anak-anak Rohis berbagi ilmu agama kepada teman-temannya di kelas.
Sejak bergabung dengan kepengurusan Rohis di kelas sepuluh, aku memang sudah terbiasa -dipaksa tepatnya- untuk melakukan hal yang sama. Maju ke depan kelas, lalu memberikan menyampaikan materi-materi keagamaan dengan kapasitasku sebagai seorang pelajar yang awwam. Semua tidak lain hanya untuk mengejar target menyelesaikan program kerja Rohis yang aku ikuti. Dan hampir setahun hal itu selalu ku jalani.
Yang beda di hari Jumat itu adalah, Allah mengamanahkan aku untuk memimpin keberlanjutan dakwah sekolah saat itu. Tepat seusai shalat Jumat, amanah berat itu Allah pikulkan di pundakku yang rapuh. Keputusan syura’ pengurus lama dan pengurus baru menunjukku untuk meneruskan dan memperbaiki kerja-kerja dakwah mas’ul Rohis sebelumnya. Dan sekali lagi, aku merasa terpaksa untuk berkata sami’na wa atha’na.
Hingga beberapa Jumat berlalu, sampailah aku pada suatu Jumat yang penuh sejarah. Ba’da Jumat saat itu, aku bersama keenam temanku yang juga anak Rohis sudah menjanjikan pertemuan dengan seorang yang baru kami kenal. Muhammad Robby namanya, namun aku selalu akrab menyapa beliau dengan sapaan Kang Robby.
Pertemuan dengan Kang Robby saat itu berlangsung di halaman Musholla sekolah yang menjadi tempat shalat darurat karena masjid sekolah yang sedang direnovasi. Formasi duduk kami melingkar, dengan Kang Robby sebagai titik yang mengawali lingkaran. Kang Robby memulai perbincangan dengan berbagai kalimat pembuka seperti ucapan syukur dan shalawat. Lantas setelah dilanjut dengan basmallah dan pembacaan beberapa ayat Al-Qur’an, sehabis memperkenalkan diri beliau lalu meminta aku dan teman-temanku memperkanalkan diri. Dan tak lupa, Kang Robby meminta kami menyampaikan kabar diri, hati, dan iman kami saaat itu. Aku dan teman-temanku awalnya tak paham dengan maksud pertanyaan Kang Robby.
“Kabar-kabar amaliyah yaumiyah Antum maksudnya,” kata Kang Robby sambil tersenyum ketika salah seorang temanku bertanya apa maksud kabar iman dan hati.
Kami menjawab satu persatu. Kang Robby memperhatikan sambil sesekali menambahkan pertanyaan atau candaan yang membuat aku dan teman-temanku cekikikan. Di akhir pertemuan, Kang Robby menyampaikan bahwa agenda pertemuan itu akan menjadi agenda rutin setiap ba’da Jum’at di tempat yang sama.
Pada awalnya aku menganggap acuh pertemuan-pertemuan itu. Bagiku semuanya biasa saja. Bahkan terkadang aku merasa bosan dengan pertanyaan yang sama di setiap awal pertemuan itu; kabar diri, iman, dan hati.
Jum’at berganti dengan Jum’at lainnya, hingga akhirnya aku merasakan sesuatu yang tak biasa di setiap Jum’at pagi. Beberapa Jum’at setelah pertemuan dengan Kang Robby pertama kali, dilanjut dengan pertemuan rutin setiap Jum’atnya membawa sesuatu yang baru di setiap Jum’at pagiku. Entah mengapa, pertemuan-pertemuan ba’da Jum’at, dengan duduk melingkar bersama teman-teman dan Kang Robby, lama kelamaan menjadi hal yang tak biasa lagi. Bahkan gilanya, terkadang pertemuan ini menjadi sesuatu hal yang kurindukan. Namun aku pun tak tahu apa yang aku rindukan dalam lingkaran ini.
Semakin lama, lingkaran ini semakin memberikanku efek yang lebih aneh lagi. Aku mulai merasa lebih dari sekedar merindukannya, aku mulai membutuhkannya. Dan saat rasa mulai membutuhkan pertemuan ini mulai muncul, aku mulai menyadari bahwa aku mengalami banyak perubahan semenjak merutinkan pertemuan melingkar ini.
Kang Robby, adalah sosok yang humoris, nada bicaranya yang tinggi selalu memantik api semangat siapapun yang mendengar kekatanya. Setiap bahan perbincangan yang beliau bawa setiap pekannya selalu memaksaku untuk memperhatikan dengan seksama apa yang beliau sampaikan. Sejak saat itu aku mulai menyadai bahwa dari perbincangan-perbincangan itulah aku mendapat hal-hal baru yang tak ku dapat dari sekedar duduk di ruangan kelas. Pikiranku mulai terbuka mengenai dunia, terutama dunia Islam yang menjadi topik utama perbincangan kami di setiap minggunya.
Salah satu perubahan yang ku sadari saat itu adalah perubahan pola pikir tentang dakwah yang selama ini aku jalani di Rohis. Aku mulai memahami bahwa setiap tindak dan gerak Rohis bukanlah karena mengejar target proker semata, apalagi karena terpaksa, ada nilai-nilai lain yang ternyata selama ini aku lupakan sebelum mengenal pertemuan melingkar ini. Nilai-nilai tentang bagaimana kita bisa menjadi orang yang bisa memberi kebermanfaatn bagi orang lain, beserta ribuan nilai lainnya yang baru ku sadari sejak itu.
Termasuk pandanganku mengenai nilai-nilia prestasi. Semenjak rutin menghadiri pertemuan melingkar itu aku mulai sadar apa arti penting pretasi pribadi dan prestasi sosial. Sunggguh, pertemuan-pertemuan dalam lingkaran ini telah membawa pikiranku menembus dinding-dinding kelas yang selama ini memagarinya.
Aku sudah sangat jatuh cinta dengan pertuman dalam lingkaran itu. Hingga Jum’at bagiku adalah hari yang paling ditunggu. Sampai hampir setahun berlalu, Kang Robby mendapatkan amanah lain untuk menghidupkan linkaran-lingkaran baru di sekolah lain. Aku dan kawan-kawan selingkaranku mendapat pembimbing baru, Kang Novi namanya. Bersamanya, aku semakin mencintai lingkaran ini.
Sampai di penghujung SMA pertemuan dalam lingkaran ini tetap rutin dilaksanakan. Mabit di Masjid Agung Cianjur pada suatu malam Minggu saat itu menjadi pertemuan melingkar terkahirku dengan status siswa SMA. Kang Novi menitipkan pesan kepadaku dan teman-temankun agar senantiasa memelihara lingkaran itu dimanapun kami berada. Membuat lingkaran itu semakin besar, hingga akhirnya kelak kami semua memiliki lingkaran masing-masing.
Dan itulah yang aku dan teman-temanku lakukan. Di dunia kampus yang baru, pertemuan dalam lingkaran itu senantiasa aku jalani sepenuh hati. Meski dengan orang-orang baru yang juga mencintai lingkaran-lingkaran ini.

Sungguh, semakin lama aku semakin mencintai lingkaran ini. Inilah lingkaran ajaib bernama lingkaran tarbiyah mubarokah. Lingkaran dimana pola pikirku berubah. Lingkaran dimana aku mulai memahami esensi hidup ini. Lingkaran dimana aku senantiasa dihisab perkara diri, iman dan hati. Lingkaran yang selalu mempertemukanku dengan hal baru. Dan lingkaran ini, adalah lingkaran yang selalu membuatku meyakini satu hal ini: bahwa suatu saat kelak, kita akan kembali duduk melingkar, di tepi-tepi telaga Kautsar.

0 komentar:

Posting Komentar

 

©Copyright 2013 | Selengkapnya tentang Yayat | Facebook | Twitter |