Pemira Universitas Gajah Duduk

Senin, 26 Agustus 2013 1 komentar
Ini adalah sebuah materi untuk permainan “Menyatukan persepsi individu dalam persepsi kelompok”. Instruksinya, urutkan ke enam tokoh dalam cerita berikut dari yang kesalahannya paling besar sampai yang paling kecil kesalahannya. Yang main permainan ini dibagi ke dalam beberapa kelompok kecil. Dalam menjalankan instruksi diatas, dalam kelompok tersebut tidak boleh dilakukan votting, dan semua anggota kelompok harus bermusyawarah untuk mencapai satu keputusan. Kelompok-kelompok kecil tersebut kemudian disatukan menjadi satu kelompok besar dengan instruksi yang sama. Kalau mau nyoba sendiri nggak apa-apa juga sih… Selamat mencoba. J
***

Salah satu tokoh mahasiswa, Ali namanya. Ia mahasiswa tingkat tiga Jurusan Sastra Nuklir di Universitas Gajah Duduk (UGD). Orangnya baik hati, ramah, sopan, budiman, tidak sombong, rajin menabung, dan taat pada dasa dharma pramuka. Tampilan fisiknya tidak mengecewakan dan cukup diidolakan, terutama oleh para mahasiswi. Maklum, Ali pernah menjadi finalis cover boy majalah Mamalia. Ali juga seorang jagoan olahraga dan peneliti ilmiah, ketua organisasi, juara ini juara itu, ketua organisasi ini organisasi itu, dan banyak lagi, CV-nya sudah kebanyakan dengan daftar prestasi dan organisasi. Saat ini ia bergabung bersama Partai Mahasiswa Bersahaja (PMB) di kampusnya. UGD memang memperbolehkan mahasiswanya membentuk partai-partai mahasiswa.
Di kampusnya, Ali punya pergaulan yang sangat luas dan punya banyak sahabat setia. Teman-temannya ini mendukung Ali untuk maju dalam pemilihan Presma UGD pada pemira tahun ini. dengan penuh semangat, mereka mengatakan, “Lu harus maju. Kita semua bakal ngedukung. Lu pasti menang!”
Namun, oleh teman-teman di partainya Ali dikenal tidak terlalu ideal, bahkan dipandang sering nyeleneh dan terlalu berlebihan untuk ukuran mererka. Tampilan fisiknya yang senantiasa dandy dan  modis, gaya hidupnya yang wah, lingkungan hidupnya yang banyak bergaul dengan mahasiswa-mahasiawa kelas atas, selera musik dan bacaannya yang dinilai ajaib, membuatnya dianggap sebagai orang yang tidak mencerminkan nilai-nilai partainya, yaitu bersahaja dan bersahabat dengan kesederhanaan.
Beni adalah rekan Ali di PMB yang paling menentang pencalonan Ali sebagai presma. Dia bilang bahwa Ali bukan refresentasi Partai Mahasiswa Bersahaja. Dalam beberapa kesempatan dia juga bilang, “Ali tidak menunjukkan diri sebagai bagian dari kita. Dia begitu berbeda. Lalu, buat apa kita mendukung dia? Kalaupun jadi presma, dia tidak akan membela kepentingan mahasiswa  yang bersahaja. Jadi lebih baik kita cari calon lain dari kalangan kita. Calon yang benar-benar mewakili wajah PMB ini.”
Beni dan teman-temannya di PMB sering mendiskusikan hal tersebut. Namun setiap Ali datang mereka mengganti topik pembicaraan.
Suatu malam ketikaAli tidak ada, Beni menggagas sebuah rapat untuk membicarakan dan menyepakati siapa yang akan mereka calonkan sebagai presma. Beberapa nama muncul ke permukaan, namun nama Candra yang paling mengemuka. Candra dipandang sebagai mahasiswa yang rendah hati dan sederhana, benar-benar representasi sempurna dari partainya yang mengusung kebersahajaan mahasiswa.
Seorang peserta rapat, Doni namanya, membatin. “Candra? Kenapa harus Candra. Dia tidak dikenal di kampus. Belum lagi IPK-nya Cuma 2,01. Candra jadi calon presma? Apa mungkin terpilih?” Tapi Doni tidak angkat bicara. Ia berdialog dengan dirinya. “Tapi biarlah. Nanti aku malah dianggap tidak patuh terhadap keputusan rapat.”
“Oke Candra. Kalau begitu kita sudah sepakat untuk mengusung kamu menjadi calon presma.” Begitu kata Emil, ketua Partai Mahasiswa Bersahaja yang juga memimpin rapat malam itu.
“Tapi, mas…” Candra mencoba menyahut.
“Tidak ada tapi-tapian. Ini keputusan rapat. Ikuti saja! Tok, tok, tok!,” jawab Emil sambil mengetukkan palu tiga kali. Kemudian dia melanjutkan, “Doni, tugas kamu besok memberitahu Ali bahwa kita sudah memutuskan untuk mencalonkan Candra, dan tidak mendukung dia.”
Setelah Doni menceritakan  hasil keputusan rapat, wajah Ali menjadi merah padam. Dia sangat terluka. Bukan karena partainya tidak mendukung dia, tapi karena dia baru tahu ada gerakan-gerakan dimana dia tidak dilibatkan, padahal itu menyangkut dirinya.
Ali kemudian menjumpai Fahmi, sahabatnya, untuk menceritakan kegundahan hatinya. Fahmi sangat marah karena merasa sahabatnya telah dikhianati. Dengan berapi-api dia bilang, “Udah, Lu keluar aja dari PMB. Mereka bukan temen Lu. Temen tidak akan pernah menusuk dari belakang!” Dan sore itu pun Ali langsung menyatakan mengundurkan diri dari PMB, dan kemudian pergi tanpa sepatah kata pun pada teman-teman lainnya di PMB.
Saat pemira tiba, kampanye Candra berlangsung secara tawadhu, khidmat, dan sepi. Sementara kampanye Ali yang ditarik oleh partai lain gegap gempita dihadiri ribuan mahasiswa UGD. Ali pun menang telak, jadilah dia presma UGD. Sementara itu Candra bersujud syukur karena tidak terpilih. Dia berbisik kepada dirinya sendiri, “Alhamdulillah. Allah Maha Tahu atas kapasitas saya. Kuliah aja nge-pas, bagaimana saya mau jadi presma.”
Sore harinya, Emil dengan gagah berani berbicara di depan teman-temannya, anggota Partai Mahasiswa Bersahaja. “Walaupun calon kita tidak terpilih sebagai presma, namun sesungguhnya kita meraih kemenangan sejati, karena kita konsisten untuk memperjuangkan kesederhanaan bagi mahasiswa! Merdeka!”


1 komentar:

Posting Komentar

 

©Copyright 2013 | Selengkapnya tentang Yayat | Facebook | Twitter |